6.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis yang mengeksplorasi bagaimana pengelola media komunitas mengembangkan inovasi penyiaran konten seni dan budaya dalam format media hiperlokal. Pendekatan kualitatif dengan strategi etnografi memberikan peluang bagi peneliti untuk menggambarkan aktivitas komunikasi yang lebih mendalam pada keseharian komunitas budaya. Melalui etnografi, beragam pertimbangan dan dinamika yang terjadi dalam komunitas budaya diungkapkan secara apa adanya (Kolshus, 2017; Mariampolski, 1999). Selain itu, bagaimana aktor sosial dan pengelola komunitas budaya mengkonstruksi dan memaknai dunia dalam kaitan dengan penggunaan media komunitas berbasis teknologi internet terungkap secara mendalam. Akan tetapi, penelitian ini juga memiliki keterbatasan. Pertama, peneliti belum dapat mengkaji atas makna dan nilai yang terkandung di dalam pertunjukan seni dari komunitas budaya. Konten seni yang disajikan memiliki pesan dan tujuan tertentu belum terlalu dieksplorasi. Misalnya, beberapa tembang pilihan dari kelompok karawitan, belum secara mendalam diurai oleh peneliti. Pada bab empat peneliti telah berupaya untuk mengkaji sebuah tembang wajib dalam setiap penampilan kelompok karawitan, namun, karena peneliti lebih memilih untuk menggambarkan komunitas budaya dengan upaya pengelolaan media komunitas, sehingga uraian berdasarkan analisis isi dan alasan tembang tersebut disajikan bukan menjadi pilihan utama dalam laporan penelitian ini.

Bali Buja memiliki jumlah anggota yang memiliki beragam latar belakang. Keputusan peneliti yaitu tidak menampilkan hasil observasi secara menyeluruh terhadap setiap kelompok seni yang menjadi anggota Bali Buja. Hal tersebut bukan untuk mengatakan bahwa tidak penting, atau mereka bukan menjadi objek yang memainkan peran dalam komunitas budaya. Melainkan, penelitian ini kembali melihat tujuan paling mendasar yaitu memberikan gambaran terhadap komunitas budaya dan media komunitas yang dikelolanya. Bagaimana hubungan mereka dengan anggota komunitas akan menjadi pengalaman yang kompleks, sehingga peneliti memilih untuk tidak melakukan eksplorasi terhadap seluruh anggota komunitas. Sekalipun demikian, peneliti dalam pelaksanaan observasi terhadap Bali Buja, melihat setiap komunitas memiliki pengalaman dan motivasi yang sebenarnya dapat dieksplorasi lebih mendalam.

Kedua, lamanya penelitian etnografi yang telah dilakukan juga belum dapat secara mendalam mengungkap makna yang dirasakan oleh setiap penonton ketika datang ke lokasi pertunjukan. Salah satu alasan mengapa peneliti tidak menjadikan hal tersebut menjadi bagian utama penelitian, karena kembali lagi pada komitmen peneliti terhadap fokus penelitian. Peneliti cenderung memilih fokus kepada media komunikasi berbasis komunitas atau media komunitas dengan segala dinamika yang bersinggungan dengan komunitas budaya. Sehingga, apa yang dianggap keterbatasan peneliti ini dapat menjadi pertimbangan peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan.

Ketiga, penelitian ini menggunakan strategi penggunaan video dokumenter sebagai bagian dari pengembangan metode. Film dokumenter diproduksi oleh peneliti bersama asisten peneliti untuk mengurai makna yang terkandung di dalam aktivitas komunitas budaya. Data video yang disertai dengan data wawancara memberikan kemudahan bagi peneliti untuk menyusun laporan tertulis. Film dokumenter yang diproduksi merupakan hasil perjalanan observasi dan penelitian awal terhadap komunitas budaya. Namun, peneliti juga memiliki keterbatasan dalam hal memaparkan hasil temuan berdasarkan analisis konten video dokumenter. Penggunaan video dokumenter sebagai metode penelitian juga tergolong baru dalam perkembangan penelitian ilmu komunikasi di Indonesia. Video dokumenter sebelumnya lebih dimanfaatkan sebagai bagian dari sumber data tambahan. Keputusan ini menjadi tantangan bagi peneliti, khususnya pada tahapan penyusunan hasil penelitian. Keterbatasan peneliti salah satunya adalah belum mampu menunjukkan video gambar bergerak melalui perangkat lunak word-processing seperti Microsoft Office. Padahal gambar bergerak dalam format gif ataupun mov akan memberikan bantuan secara visual bagi pembaca hasil penelitian. Sekalipun demikian, peneliti telah berupaya mengembangkan situs web yang mampu mengolah data video penelitian, sehingga pembaca dari hasil penelitian atau laporan penelitian ini dapat terbantu secara visual melalui gambar bergerak dengan format gif (keterangan: peneliti menggunakan situs web disertasi.rocky.id untuk menyajikan sebuah hasil penelitian dalam format multimedia).

Keempat, media hiperlokal merupakan konsep media komunitas yang masih jarang dikaji oleh peneliti Indonesia. Berdasarkan penelusuran tinjauan literatur terdahulu, penelitian media hiperlokal lebih mengungkap keberadaan media lokal berbasis jurnalistik. Demikian juga, penggunaan media hiperlokal berbasis konten seni dan budaya belum terdapat literatur ilmiah yang membuktikan. Sehingga, pada bagian inilah, peneliti mendapatkan celah untuk mengisi kajian media hiperlokal. Namun demikian, minimnya literatur terhadap media hiperlokal di Indonesia juga menjadi keterbatasan peneliti saat membuka ruang diskusi dengan peserta penelitian, misalnya saat melakukan wawancara ataupun berbincang dengan informan. Sebagaimana apa yang dirasakan oleh pengelola media komunitas oleh Bali Buja, mereka pada awalnya tidak menyadari jika telah menerapkan format media hiperlokal.