5.3.1 Media Komunitas Galuh Prambanan Televisi
Pada bagian sebelumnya peneliti telah memaparkan konsep media komunitas dan istilah media alternatif. Media komunitas dapat didefinisikan sebagai media alternatif (Atton, 2015; Couldry, 2002) yang memiliki organisasi media dan praktik dengan berbagai tujuan, teknologi, konten, genre, cara pengorganisasian, dan sumber pendanaan (Pandit & Chattopadhyay, 2018). Media alternatif dapat memiliki pemahaman yang berbeda dengan konsep media publikasi akar rumput, proyek media sosial kecil, organisasi media masyarakat, atau proyek jurnalistik berbasis partisipasi warga. Konsep media alternatif dikaitkan dengan konsep media untuk masyarakat yang ingin menampilkan ekspresi ke publik khususnya berkaitan dengan kritik atau isu yang tidak dibahas melalui media arus-utama. Tidak semua media komunitas ‘harus’ dianggap sebagai media alternatif (Holt, 2019; Pandit & Chattopadhyay, 2018). Jelas bahwa media alternatif tidak hanya disebut sebagai media yang melakukan perlawanan terhadap media arus-utama. Media alternatif mampu menembus karakteristik jenis media komunikasi yang digunakan. Sebagai konsekuensi dari perkembangan digital, situasi media komunitas kemudian menjadi lebih kompleks. Praktik partisipatif yang biasa menjadi ciri khas media komunitas kemudian memunculkan cara-cara “alternatif” dalam menyuarakan kepentingan masyarakat.

Sumber: Dokumenter Bali Buja
GPTV merupakan bagian dari hasil pengembangan konsep media komunitas dari Bali Buja, lebih mengutamakan kepada keragaman dan kualitas konten, khususnya genre musik seperti Karawitan yang kurang terlayani. Pelestarian budaya melalui ekspresi seni dan budaya menjadi fokus penting bagi mereka. Bali Buja ingin memastikan warga di dalam lingkungan mereka mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi menjaga seni dan budaya. Setiap komunitas warga yang menginginkan tampil di siaran langsung GPTV, Bali Buja memastikan untuk mempersiapkan alokasi waktu. Bali Buja juga turut melakukan pengamatan terhadap kesiapan dari setiap komunitas yang akan tampil. Mereka memastikan bahwa komunitas telah melakukan latihan sebelumnya, sehingga komunitas akan dalam kondisi siap tampil pada giliran waktu untuk siaran langsung telah tiba.
Peneliti bertemu dengan Winardi, seorang relawan Bali Buja yang bertanggung jawab untuk mengelola bagian teknis dari GPTV. GPTV diceritakan oleh Winardi, bahwa saat awal mulai aksi menyiarkan langsung menggunakan dukungan internet tidak langsung mendapatkan respon dari khalayak. Winardi menyebutkan jika masyarakat membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Strategi lain yang digunakan Bali Buja adalah menyampaikan informasi dan edukasi pemanfaatan telepon seluler kepada anggota komunitas melalui pembawa acara. Strategi tersebut dilakukan pada saat pertunjukan berlangsung. Selain itu, Bali Buja menyebarluaskan pesan tersebut melalui radio komunitas yang dikelola salah satu relawan Bali Buja.
“Dulu fokusnya kan kita distreaming YouTube dan Facebook ya mungkin karena banyaknya peminat atau mungkin orang yang menyaksikan kan enggak..enggak punya HP yang lebih canggih makanya terus dari Bali Buja sendiri mengundang salah satu dari penyiar radio untuk menyiarkan acara dari Bali Buja tersebut supaya bisa didengarkan semua orang yang bisa menyaksikan siaran di radio. Namanya radio komunitas RKB tuh yang punya Pak Baron..” (Winardi)
GPTV memiliki visi sebagai media yang berkomitmen menyiarkan budaya Jawa. Kesenian yang ditayangkan melalui GPTV terutama seni dan budaya yang berasal dari Jawa Tengah. GPTV adalah bagian dari inovasi Bali Buja untuk memajukan gerakan pelestarian budaya Jawa. Sebagai komunitas yang terpinggirkan karena dianggap komunitas kecil, Bali Buja menggunakan media GPTV sebagai upaya untuk mempublikasikan gerakannya. Alasan penggunaan nama “Galuh Prambanan” dalam kanal GPTV baik melalui Facebook dan YouTube adalah peran dari Hotel Galuh Prambanan yang juga turut mendukung kegiatan Bali Buja. GPTV dikelola secara sederhana dengan struktur organisasi yang tidak besar. Pak Djaetun sebagai relawan donatur dalam Bali Buja menyerahkan koordinasi utama GPTV kepada Pak Sentot Murdoko selaku Koordinator Pengisi Acara di setiap pertunjukan seni Bali Buja. Sementara itu, Winardi selain bertanggungjawab dari segi teknis peralatan secara keseluruhan, juga menjadi Koordinator dari setiap siarang langsung GPTV melalui internet.
Winardi dibantu oleh dua orang rekannya pada saat melakukan siaran langsung. Tanggungjawab dua orang tersebut yaitu pada pengawasan kamera dan audio. Sementara Winardi sendiri bertindak mengawasi kontrol multi-kamera melalui aplikasi yang telah diinstalasi dalam perangkat komputer. Winardi menceritakan kendala awal ketika Bali Buja memutuskan untuk siaran melalui GPTV. Kesulitan yang dialami Winardi adalah proses belajar yang dianggap tidak sederhana. Winardi belum memiliki pengalaman untuk mengoperasikan perangkat live streamingberbasis internet.
“kalau dulu awalnya sebelumnya saya nggak paham tentang multimedia jadi dulu itu ada seorang temen ya diajarin sampe bisa gitu itu. Temennya namanya mas Putro jadi kita dilatih dari belum bisa sampai kita harus bisa ya untungnya kita cepat menangkap ya bisa untuk pertama kita belajarnya dari program dasarnya” (Winardi)
Winardi bersama tim yang telah ditunjuk untuk mengelola GPTV kemudian bekerjasama dengan relawan Bali Buja lainnya yang memang telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam bidang teknologi media. Relawan Bali Buja yang mendampingi Winardi selama latihan dan belajar sambil melakukan ialah Putro Nugroho, akademisi yang merupakan lulusan sekolah penyiaran. Putro telah beberapa kali turut menyumbangkan tenaga untuk aktivitas multimedia dari Bali Buja. Melalui metode live streaming yang disederhanakan oleh Putro, kemudian ditambah dengan latihan berulang kali kepada Winardi dan tim, menjadikan tim teknis GPTV semakin siap untuk beroperasi.
Keseluruhan siaran langsung yang ditayangkan melalui Facebook turut diunggah melalui kanal YouTube. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap telusur data jejak khalayak Facebook dan YouTube, ditemukan pengguna konten lebih banyak memanfaatkan media Facebook untuk menonton sekaligus berinteraksi. Temuan ini kemungkinan terkait dengan tingkat kemudahan atau lebih akrabnya pengguna telepon seluler dengan menggunakan aplikasi Facebook. Winardi melaporkan bahwa kebiasaan anggota Bali Buja dan masyarakat yang tinggal di area terdekat dengan Bali Buja yang masih cenderung lebih banyak menggunakan Facebook.
“Ya untuk sejauh kita streaming kalau untuk penonton ya Mas ya kalau saya amati itu dia lebih antusias banyak sekali dia melihatnya di Facebook Mas karena Facebook itu kan mungkin ya secara apa ya secara kita mainin HP “
Berdasarkan laporan tahunan Digital 2022: Global Overview Reports (We Are Social & Hootsuite, 2022)menampilkan data bahwa Facebook masih menjadi platform media sosial yang sering digunakan oleh orang Indonesia. 99,3% pengguna perangkat telepon pintar mengakses Facebook. Pertimbangan Bali Buja dalam memilih media sosial Facebook sebagai bagian platform yang digunakan antara lain fleksibilitas dalam menyampaikan pesan dan komentar. Namun demikian, YouTube juga menjadi perhatian mereka, alasannya adalah kemudahan akses konten video. Khalayak GPTV termasuk loyalis dan penikmat seni budaya yang tinggal di luar Klaten diberikan kemudahan akses melalui YouTube.
Asumsi yang diajukan dalam penelitian ini yaitu penggunaan media sosial yang memungkinkan masyarakat yang berada di sebuah area geografis terlibat untuk kebutuhan misi utama. Peran media komunitas yang membawa misi tertentu memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat, termasuk pengelola komunitas untuk menjadi aktivis.
Nah.. aku kan punya rasa.. Rasa sangat suka.. Sangat sangat anu.. Maksude rasa seneng gitu lho.. Meskipun saya orang ndak punya.. Tapi.. saya rasa seneng diangkat ke seniman.. Seniman tradisi itu diangkat dari sana.. Yang Instansi saja nggak seperti itu.. Event di Klaten itu.. (Saimin)
Salah satu relawan Bali Buja, Saimin adalah pendengar setia Radio Komunitas Bayat dan pengamat GPTV. Saimin mengungkapkan kebanggaannya terhadap kehadiran dan keberadaan Bali Buja melalui media komunitas yang dipilih untuk berbagi konten kesenian. Saimin secara rutin mengikuti setiap konten yang dihadirkan melalui kanal akun YouTube ataupun secara konvensional melalui radio komunitas. Saimin merasa senang ketika mengetahui ada rekan atau kerabatnya bisa tampil dalam pertunjukan yang ditayangkan melalui GPTV.
Itu belum ditambah malem Rabu Kliwonan.. Untuk Cokekan.. Aku selalu ngikutin soale.. Sampai hapal.. Dan itu kan kebetulan temenku juga semua kan.. Seniman seluruh Klaten.. Hampir hafal aku.. Nggak ada yang tidak hapal.. Sana hapal sama saya.. Saya juga hapal sama mereka.. (Saimin)
Media sosial dikenal sebagai platform media baru yang memiliki tingkat partisipasi audiens yang tinggi. Menurut Mayfield (2008) media sosial dapat diamati melalui partisipasi, keterbukaan, komunikasi, komunitas serta koneksi. Partisipasi masyarakat yang berperan aktif melalui Facebook dapat ditentukan melalui jumlah pengikut dari Facebook Page. Tingkat partisipasi juga dapat ditinjau melalui tanggapan dan pendapat masyarakat. Komunikasi yang muncul melalui kolom komentar ataupun fitur pesan dalam Facebook merupakan hasil interaksi dua arah yang menjadi bukti partisipasi. Hadirnya pengikut yang bukan anggota Bali buja juga dapat dipantau melalui media sosial. Bali Buja dalam GPTV juga mengaktifkan fasilitas pengiriman pesan di dalam aplikasi WhatsApp. Melalui aplikasi WhatsApp, mereka memberikan kesempatan kepada khalayak untuk menyampaikan pesan bisa berupa motivasi, dukungan, serta menyampaikan kritik terhadap hasil tayangan di GPTV.
“Dari saya streaming sini itu ketika di Facebook tuh banyak komentar yang mendukung Mas banyak, komentar yang bagus dan sangat senang sekali dengan adanya siaran budaya Jawa. Jadi banyak yang nyengkuyung atau bahasa Indonesianya ya mendukung. Dan sangat terbantu sekali yang apalagi yang ada di luar Jawa itu, kayak di Jakarta bahkan ada yang di luar negeri juga berkomentar di Facebook ya tanggapannya positif dan sangat sangat senang sekali karena masih jarang sekali ketika pas di sosial media itu yang namanya kebudayaan itu masih ada yang nguri-uri” (Winardi)
Platform media sosial mempromosikan kebudayaan lokal dengan menautkan video hasil siaran streaming. Pemanfaatan beragam platform berbasis teknologi media yang digunakan oleh pengelola komunitas adalah bentuk dari apa yang disebut dengan hiperlokalitas. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan Pandit & Chattopadhyay (2018)mengungkapkan bahwa gagasan hiperlokal adalah upaya media komunitas untuk dapat meraih atau merangkul warga komunitas yang dibatasi dengan jarak ataupun lokasi. Pada bagian lain dari bab ini peneliti juga akan memaparkan gagasan media hiperlokal sebagai bagian dari inovasi untuk media komunitas di era digital.