5.2.2      Komunikasi Media Baru di Komunitas Budaya Bali Buja

Komunitas Bali Buja sebagai paguyuban atau perkumpulan dari beragam komunitas seni terdapat di Klaten memiliki aktivitas daring melalui media sosial seperti Facebook dan aplikasi YouTube. Seperti yang diungkapkan dalam penelitian terdahulu tentang pemanfaatan teknologi media khususnya media baru yang mengubah infrastruktur dan ritme kehidupan sehari-hari (Horst, 2020; López-Gómez et al., 2021; Tacchi, 2002). Bali Buja menggunakan kanal bernama Galuh Prambanan Televisi (selanjutnya disebut sebagai GPTV) sebagai media perantara dalam menyampaikan konten ekspresi kesenian. GPTV merupakan media komunitas berbasis pemanfaatan media internet yang tergolong sebagai produk media baru. 

Gambar 5.6 Aktivitas Siaran Langsung Karawitan Bali Buja
Sumber: Dokumentasi Bali Buja

Peneliti dalam studi kualitatif ini memilih GPTV sebagai tujuan informatif untuk memperoleh wawasan ke dalam fenomena media komunitas Bali Buja. GPTV, sebagai bagian dari objek penelitian, berpusat di Desa Tlogo, Kecamatan Prambanan, Klaten. Lokasi operasional GPTV berada di sebuah pendopo bernama Grha Purbo Waseso Kencono. GPTV merupakan media komunitas yang secara langsung dikoordinasi oleh komunitas Bali Buja. Bagi peneliti, GPTV kemudian menjadi sumber yang tepat untuk dikaji dalam mendapatkan informasi berkaitan dengan pengelolaan dan inovasi media komunitas. Meskipun dalam nama akun media-nya menggunakan kata atau istilah “televisi”, namun luaran distribusi konten yang dihasilkan oleh GPTV berbentuk kanal yang disiarkan melalui aplikasi Facebook dan YouTube. 

GPTV dengan rutin menyiarkan hasil siaran streaming-nya melalui aplikasi. Perangkat teknologi yang digunakan GPTV antara lain berupa perangkat keras komputer personal dengan spesifikasi sedang. Dengan bekal perangkat lunak yang disematkan dalam komputer tersebut, GPTV kemudian juga mendistribusikan hasil rekaman siaran streaming-nya secara bersamaan melalui dua aplikasi yaitu YouTube dan Facebook. Temuan dalam penelitian ini yaitu khalayak komunitas Bali Buja merespon dengan baik siaran streaming yang ditawarkan melalui kedua aplikasi. Namun demikian, jika ditinjau dari fitur pengguna dan komentar, pada aplikasi Facebook GPTV lebih banyak mendapatkan umpan balik.

Gambar 5.7 Tampilan Facebook Siaran Langsung Galuh Prambanan Televisi
Sumber: Akun Facebook Galuh Prambanan Televisi

Penelitian ini berfokus pada penggunaan teknologi media berbasis internet untuk mengembangkan media komunitas yang digunakan Bali Buja dalam memelihara seni budaya lokal dengan segala kearifan lokal yang melekat di dalamnya. Penampilan kesenian yang ditampilkan oleh Bali Buja tidak hanya fokus pada satu jenis kesenian tradisional, begitu pandangan dari Sentot sebagai informan peneliti yang merupakan koordinator utama dari aktivitas Bali Buja.

“Ada ketoprak.. Ada karawitan.. Ada wayang orang.. Itu yang wayang kulit yang sementara ini diwadahi oleh Bali Buja.. terus secara kegiatannya kalau wayang kulit itu setiap malam minggu legi” (Sentot)

Konten-konten seni dan budaya yang ditampilkan GPTV mengikuti program yang telah dijadwalkan oleh Bali Buja. Berdasarkan jejak etnografi yang dilakukan peneliti dalam kanal YouTube GPTV, seni karawitan mendominasi konten seni Bali Buja. Beberapa kali GPTV juga menayangkan kegiatan wayang kulit. Seluruh konten Bali Buja yang ditayangkan GPTV adalah hasil siaran langsung. Hasil siaran tersebut kemudian melalui proses pengaturan yang dilakukan dalam aplikasi YouTube kemudian terekam secara otomatis.

Data yang didapatkan terkait pendirian GPTV, peneliti menemukan bahwa gagasan awal untuk mengembangkan GPTV diawali dari ide relawan donatur Bali Buja yaitu Djaetun Hardjosaputro atau lebih sering dipanggil oleh warga komunitas dengan nama Djaetun. Dimulai dengan evaluasi media komunitas Bali Buja yang memanfaatkan fasilitas RKB, Djaetun kemudian mengusulkan pertimbangan inovasi bagi Bali Buja dengan memanfaatkan internet. RKB berkontribusi kepada Bali Buja melalui membuka jaringan yang lebih luas kepada masyarakat Klaten. Namun karena konsekuensi terbatasnya siaran radio menggunakan jalur frekuensi, RKB tidak mampu memberikan layanan kepada khalayak di luar area Klaten. Dalam bagian lain dalam bab ini, peneliti akan memaparkan proyek kolaborasi Bali Buja dengan Radio Komunitas Bayat.

Peneliti berargumen bahwa pilihan media daring yang menjadi praktik Bali Buja sejalan dengan konsep media hiperlokal. Karakteristik hiperlokalitas dalam media hiperlokal ditandai dengan pemilihan platform media baru untuk menembus batasan geografis wilayah asal komunitas. Konteks menjangkau khalayak yang lebih luas untuk media hiperlokal adalah untuk menjangkau warga masyarakat yang masih memiliki satu ikatan identitas dengan komunitas. Sehingga, anggota komunitas yang memiliki domisili jauh dari pusat lokasi kegiatan, masih memiliki kesempatan untuk berpartisipasi. Karakteristik lain yang dapat ditunjukkan sebagai media hiperlokal adalah keberadaan konten GPTV yang diproduksi oleh anggota komunitas.

GPTV tidak masuk ke dalam kategori sebagai media televisi lokal, melainkan masuk ke dalam media komunitas yang memanfaatkan jalur daring. Sebagai media komunitas yang memiliki sumber daya manusia terbatas dan tidak memiliki bekal profesional dalam bidang penyiaran, Bali Buja mengalami kendala pada saat awal kemunculannya. Bali Buja berupaya menjawab tantangan tersebut dengan mempersiapkan beberapa relawan anggotanya. Mereka memilih beberapa relawan yang telah memiliki kemampuan dasar dalam menggunakan sarana audio-visual dan paham dengan teknologi internet. Mereka tidak hanya memilih relawan yang rata-rata masih berusia muda, namun, Bali Buja juga menjalin kerjasama dengan sekelompok akademisi dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi. Tujuan kolaborasi tersebut adalah meletakkan fondasi awal atau pengaturan awal terhadap media komunitas GPTV. Operasional GPTV yang dijalankan oleh SDM yang tidak memiliki pengalaman kemudian secara perlahan diminimalisir dengan konsep ‘belajar sambil melakukan’. Evaluasi yang rutin dilaksanakan setiap akhir siaran menjadi cara yang dianggap paling sederhana dan mudah oleh Bali Buja.

Langkah inovasi yang berani diambil oleh Bali Buja mendapatkan respon yang baik dari khalayak. Terlepas dari segala kekurangan teknis yang dialami GPTV, perkembangan positif GPTV kemudian dapat diraih melalui umpan balik khalayak. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, aplikasi-aplikasi yang utama digunakan dalam GPTV yaitu aplikasi YouTube dan Facebook. Kedua aplikasi tersebut digunakan untuk mempublikasikan konten video. Sedangkan sarana komunikasi untuk mengirimkan pesan apresiasi, memberikan masukan terhadap kualitas tayangan dan diskusi antar anggota atau khalayak, GPTV mengelola aplikasi jejaring sosial WhatsApp dan pesan singkat SMS. Melalui hasil pengamatan peneliti terhadap fitur komentar di dalam Facebook, pesan apresiasi khalayak juga disampaikan melalui kolom tersebut.

Dengan memanfaatkan aplikasi yang sangat dekat dengan generasi muda merupakan langkah yang dianggap strategis agar masyarakat kelompok muda juga perlahan mengenal, kemudian turut mendukung serta menjadi bagian dari komunitas budaya yang berupaya mempertahankan seni dan budaya Jawa.

“Kalau streaming itu sekarang sudah mendunia Mas. Namanya streaming kan untuk dunia. Terutama kami dapat WA itu, yang nonton bareng ya itu dari Nganjuk Jawa Timur Pak Tri Cahyono itu pasti nonton bareng, terus juga dari Cawas itu juga nonton bareng selain itu yang pribadi dari luar negeri juga ada Mas. Dari Suriname dari Arab dari Amerika terus itu dari Belanda juga pernah juga, dari Jerman, Jerman sering.”(Sentot)

Sesuai dengan tujuan Bali Buja yaitu ketahanan budaya, penggunaan aplikasi yang memang cenderung lebih dekat dengan generasi muda saat ini. Kemudahan dalam akses karena cukup menggunakan perangkat telepon seluler.

Gambar 5.8 Penggunaan Teknologi Streaming oleh Bali Buja
Sumber: Dokumenter Bali Buja

GPTV menggunakan peralatan yang memadai dalam mencapai kualitas hasil gambar yang dianggap cukup untuk ditayangkan melalui streaming. GPTV memiliki perangkat kamera video definisi tinggi dan sejumlah peralatan webcam untuk menyempurnakan sistem multi-kamera. Di dalam perangkat komputer juga telah diinstalasi dengan aplikasi perangkat lunak untuk membantu perpindahan gambar antar kamera.

Bali Buja menggunakan teknologi media baru berbasis internet setelah melewati beberapa tahapan gagasan untuk distribusi konten. Bali Buja yang mengawali kegiatannya melalui panggung terbuka kemudian berkembang dengan upaya distribusi konten melalui penggunaan media massa. Tidak hanya digunakan untuk mempublikasikan beragam seni dan budaya Jawa, Bali Buja secara tidak langsung ingin menjaga nilai-nilai kearifan lokal yang dapat diresapi oleh generasi muda.