Kajian Komunitas Budaya

2.2       Komunitas Budaya

Komunitas budaya didefinisikan Rogoff (2003) sebagai sekelompok orang dengan tradisi dan pemahaman yang sama serta terkoordinasi untuk memperluas beberapa generasi. Konsep komunitas budaya tersebut mendorong peneliti untuk mempertimbangkan bagaimana sekelompok orang dalam aktivitas seni dan budaya, termasuk penggunaan teknologi, berkontribusi pada ketahanan budaya. Dalam pandangan ini, keyakinan komunitas tentang peran seni dan budaya, bagaimana kesenian disampaikan, dan tujuan pertunjukan seni adalah bagian dari sistem kepercayaan yang dikembangkan melalui kontribusi atau partisipasi dalam komunitas budaya. Penelitian sebelumnya oleh Subekti (2020)mendefinisikan komunitas budaya sebagai masyarakat lokal yang memiliki kebersamaan pada minat dan interaksi dalam hal partisipasi seni dan budaya. 

Partisipasi dalam komunitas budaya mengarah pada praktik yang mencerminkan tujuan dan filosofi kelompok (Garrity & Wishard Guerra, 2015) serta merupakan bentuk rutinitas dalam melakukan sesuatu. Keterlibatan komunitas memiliki peran penting dalam proses tersebut karena seperti yang diungkap Lukenbill (2004) bahwa komunitas sendiri merupakan bagian dari literasi dan cerita budaya. Škripcová (2017) menggunakan istilah budaya partisipatif untuk menggambarkan keikutsertaan pengguna atau audiens dalam produksi konten dan penciptaan karya.

Kebudayaan menjadi punah jika tidak memiliki nilai ekonomis dan politis. Salah satu bukti menunjukkan budaya dan ekonomi memiliki argumen yang penting dalam pembangunan kehidupan bermasyarakat, Granato (1996) mengungkap bahwa nilai yang terkandung dalam kebudayaan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Budaya memiliki peran kunci dalam mengubah lokalitas menjadi tempat menarik untuk bekerja dan berinvestasi. Temuan Tjarve & Zemite (2016) menunjukkan bahwa kegiatan budaya dalam suatu lingkungan menjadi faktor penting untuk kepuasan hidup bermasyarakat. Temuan tersebut juga mengungkap peran kerjasama antara pemangku kepentingan dalam kegiatan budaya memiliki potensi dampak jangka panjang dan berkelanjutan. Sebuah analisis signifikan disampaikan Kaboré dkk (2016) yang menemukan kombinasi budaya lokal dan partisipasi masyarakat dapat digunakan sebagai media pendekatan yang efektif dalam mengurangi hambatan budaya ketika menyampaikan sebuah program atau sosialisasi dalam lingkungan masyarakat. Kebudayaan membutuhkan proses ketahanan sebagai bagian upaya dalam mempertahankan identitas suatu kelompok masyarakat. Identitas lokal yang terkandung dalam setiap budaya lokal membutuhkan keterlibatan komunitas budaya sebagai agen yang mandiri dan independen.

Komunitas budaya menjadi berperan penting sebagai sebuah organisasi atau kelompok independen yang secara sukarela mempertahankan budaya lokal. Otonomi yang dimiliki komunitas budaya menjadi kekuatan tersendiri dalam proses mempertahankan nilai-nilai

kearifan lokal. Komunitas didirikan dalam konteks sosial yang melampaui kehidupan seseorang, menghasilkan bentuk kontrol sosial yang diperkuat oleh hubungan berkelanjutan dan kebutuhan untuk bertanggung jawab (Goodsell et al., 2014). Harbor & Hunt (2020) mengingatkan akan tantangan utama yang muncul akibat globalisasi yaitu melemahnya komunalitas dan rasa kebersamaan serta perubahan yang sesuai dalam institusi budaya informal.

Salah satu sarjana mengusulkan istilah ‘kewirausahaan budaya’ adalah Scott (2012) untuk memahami kontribusi sukarelawan yang bekerja secara independen untuk aktivitas berkaitan artistik dan kreativitas. Sektor di dalamnya mencakup filsafat, seni, dan warisan budaya. Jorgensen (2021) dalam analisisnya, mengungkap bahwa aktor yang mengembangkan upaya wirausaha secara independen menolak modal ekonomi agar tetap memungkinkan peningkatan otonomi kreatif dan mempertahankan motivasi eksperimental. Studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa peningkatan ekonomi terhadap hasil seni dan budaya merupakan alasan utama transformasi dinamis dalam pola kerja yang sebelumnya khas pada sektor seni dan budaya (Ellmeier, 2003). Literatur dari Dethridge (2018) menekankan kewirausahaan budaya merupakan penggabungan garis dari pekerjaan umum dan pekerja kreatif, seperti penulis, pekerja seni, aktor, humas, kreator konten, blogger, produser musik, produser industri penyiaran, dan desainer grafis. Gehman & Soublière (2017) merangkum tiga perspektif penelitian kewirausahaan budaya yaitu mekanisme pembuatan budaya, kemudian penerapan budaya, serta perspektif ketiga adalah penciptaan budaya dan proses distribusinya.

Tujuan dari studi ini adalah menganalisis praktik kesenian yang dilakukan oleh komunitas budaya dalam mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Menurut Hilman (2019), nilai-nilai kearifan lokal memiliki beberapa karakter yaitu sangat selektif, santun, memberikan prioritas pada harmoni, serta berorientasi pada masa depan. Pengembangan komunitas budaya Bali Buja merupakan bagian dari perwujudan pusat komunitas masyarakat untuk tujuan kebutuhan pelestarian budaya. Pusat kegiatan masyarakat merupakan hasil dari organisasi masyarakat tradisional untuk memenuhi kebutuhan populasi (Flores & Matkin, 2014). Bali Buja sebagai paguyuban komunitas budaya memiliki peran sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam bidang seni dan budaya yang memungkinkan untuk mendapatkan peluang modal sosial. Ketersediaan modal sosial dapat menunjang tercapainya tujuan bersama. Nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki menjadi berkembang dan mendalam karena aktivitas pusat kegiatan masyarakat; karena pusat kegiatan masyarakat dapat menjadi tempat yang dianggap aman dan nyaman untuk berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan minat. Pusat komunitas, seperti yang disebut Sheskin dan Kotler-Berkowitz (2007) memberikan ruang bagi individu untuk mengekspresikan identitas budaya mereka dan bekerja untuk menuju tujuan bersama. Aktivitas ekspresi kesenian yang ditampilkan oleh Bali Buja merupakan bentuk upaya Bali Buja mengaktifkan pusat kegiatan masyarakat. Konten-konten yang disalurkan melalui media komunitas digunakan untuk upaya ketahanan budaya yaitu pelestarian budaya lokal. Dalam bagian sub bab selanjutnya, peneliti akan memaparkan kearifan lokal. Sebuah konsep yang kemudian menjadi alasan utama bagi komunitas budaya untuk bertahan.

____

Komunitas budaya menjadi berperan penting sebagai sebuah organisasi atau kelompok independen yang secara sukarela mempertahankan budaya lokal. Otonomi yang dimiliki komunitas budaya menjadi kekuatan tersendiri dalam proses mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal. Komunitas didirikan dalam konteks sosial yang melampaui kehidupan seseorang, menghasilkan bentuk kontrol sosial yang diperkuat oleh hubungan berkelanjutan dan kebutuhan untuk bertanggung jawab (Goodsell et al., 2014). Harbor & Hunt (2020) mengingatkan akan tantangan utama yang muncul akibat globalisasi yaitu melemahnya komunalitas dan rasa kebersamaan serta perubahan yang sesuai dalam institusi budaya informal.

Salah satu sarjana mengusulkan istilah ‘kewirausahaan budaya’ adalah Scott (2012) untuk memahami kontribusi sukarelawan yang bekerja secara independen untuk aktivitas berkaitan artistik dan kreativitas. Sektor di dalamnya mencakup filsafat, seni, dan warisan budaya. Jorgensen (2021) dalam analisisnya, mengungkap bahwa aktor yang mengembangkan upaya wirausaha secara independen menolak modal ekonomi agar tetap memungkinkan peningkatan otonomi kreatif dan mempertahankan motivasi eksperimental. Studi sebelumnya juga menunjukkan bahwa peningkatan ekonomi terhadap hasil seni dan budaya merupakan alasan utama transformasi dinamis dalam pola kerja yang sebelumnya khas pada sektor seni dan budaya (Ellmeier, 2003). Literatur dari Dethridge (2018) menekankan kewirausahaan budaya merupakan penggabungan garis dari pekerjaan umum dan pekerja kreatif, seperti penulis, pekerja seni, aktor, humas, kreator konten, blogger, produser musik, produser industri penyiaran, dan desainer grafis. Gehman & Soublière (2017) merangkum tiga perspektif penelitian kewirausahaan budaya yaitu mekanisme pembuatan budaya, kemudian penerapan budaya, serta perspektif ketiga adalah penciptaan budaya dan proses distribusinya.  

Tujuan dari studi adalah menganalisis praktik kesenian yang dilakukan oleh komunitas budaya dalam mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Menurut Hilman (2019), nilai-nilai kearifan lokal memiliki beberapa karakter yaitu sangat selektif, santun, memberikan prioritas pada harmoni, serta berorientasi pada masa depan.