Paradigma dan Pendekatan Penelitian

3.1       Paradigma dan Pendekatan Penelitian

Bagian sub bab ini akan membahas asumsi dasar paradigma peneliti dalam mendeskripsikan sudut pandang kearifan lokal dari komunitas budaya Bali Buja. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis untuk memaparkan pemahaman dan peran komunitas lokal Bali Buja dalam penciptaan media alternatif berbasis komunitas, dengan memanfaatkan teknologi media. Lebih jauh, penelitian ini ingin mengeksplorasi bagaimana usaha memproduksi media alternatif tersebut pada dasarnya ditujukan Bali Buja untuk mempertahankan identitas dan kearifan lokal.

Secara ontologis pendekatan konstruktivis berasumsi bahwa pengetahuan yang diproduksi oleh komunitas lokal berakar/berasal dari pengalaman hidup keseharian para anggotanya (Andrews, 2012). Dengan kata lain, pengetahuan tersebut bersifat subjektif dan tidak bersifat homogen. Itu sebabnya secara epistemologi penelitian ini berupaya untuk merekam realita yang beragam dan bersifat subjektif, yang berasal dari konteks keseharian, kebiasaan, pola-pola interaksi di dalam komunitas, nilai, percakapan keseharian, cara pandang dan keyakinan yang dapat diamati dan melalui akses pada pengalaman keseharian anggota komunitas. Sehingga pengalaman keseharian tidak dapat diakses dengan metode- metode pengumpulan data yang bersifat generalis, seperti survei. Selanjutnya pendekatan interpretatif juga menuntut adanya empati yang dapat bersifat positif bagi hubungan antara peneliti dan subjek. Itu sebabnya penelitian ini menggunakan strategi etnografi yang cenderung memberikan peluang bagi peneliti untuk lebih dekat dengan subjek dari penelitian. Pada bagian lain dari bab ini, peneliti juga mengungkap penggunaan metode penelitian tindakan etnografi. Metode tersebut digunakan karena keterlibatan peneliti dalam komunitas berlanjut dengan mewujudkan beberapa aksi yang dikembangkan bersama komunitas.

Aksi yang dilakukan peneliti dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti terhadap pelestarian seni dan budaya tradisional. Peneliti menganggap apa yang dikaji, dianalisis akan menghasilkan sebuah karya ataupun rekomendasi bagi pengembangan komunitas Bali Buja. Pada bab sebelumnya, peneliti telah mengungkap beberapa konsep berkaitan dengan komunitas, yaitu: komunitas budaya, kearifan lokal, ketahanan budaya, serta inovasi teknologi media yang diterapkan dalam media komunitas. Aspek ontologi secara filosofis dipahami melalui interaksi komunikasi dalam operasionalisasi media komunitas. Peneliti menggali proses adopsi teknologi media yang digunakan Bali Buja melalui keberadaan

inovasi media komunitas berwujud ‘media hiperlokal’. Disebut media hiperlokal, karena komunitas budaya menggunakan aplikasi-aplikasi yang menjadi syarat perwujudan hiperlokalitas.

Media komunitas adalah wahana bagi komunitas yang kurang mampu dan terpinggirkan (Kar, 2010). Komunitas memilih media komunitas dibandingkan berharap dengan keberadaan media arus-utama. Media komunitas merupakan solusi bagi gerakan komunitas budaya yang memperjuangkan ketahanan budaya. Oleh karena itu penelitian ini mengkaji makna atas pilihan komunitas yang meyakini keberadaan fungsi independen media komunitas. Hal tersebut memperkuat alasan pilihan pendekatan kualitatif, sebagaimana disarankan Denzin dan Lincoln (2018) karena dapat secara mendalam untuk memahami perasaan, emosi, perilaku dan pengalaman individu (Carey, 2008). Pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami bagaimana media komunitas yang dikembangkan “Bali Buja” menciptakan pengetahuan dan memaknai realitas dari pengalaman subyektif antar anggota, pengelola media komunitas, dan aktor sosial.

Untuk tujuan analisis, dalam perjalanan penelitian, peneliti juga bertemu dengan tokoh masyarakat sebagai aktor sosial dalam pemberdayaan komunitas budaya. Realitas penelitian ini kemudian dibangun melalui pengungkapan makna dari aktor tersebut. Bagaimana sinergi yang dibangun antara konsep berkomunitas, keterlibatan aktor komunitas, serta makna identitas budaya yang diperjuangkan adalah bagian fokus kajian peneliti. Schwandt (1994) menyebutkan bahwa dalam memahami dunia makna, seseorang terlebih dahulu harus menafsirkannya. Kolaborasi antara aktor komunitas dengan anggota komunitas ditunjukkan melalui pemilihan konten dalam media komunitas. Pilihan konten kesenian adalah bentukan makna kearifan lokal dari komunitas yang kemudian disebarluaskan melalui media komunitas. Konten menjadi bagian dari realitas yang diungkap melalui kajian ini. Karena itu, pengamatan langsung digunakan dalam proses mendalami dan menunjukkan konten yang diproduksi komunitas budaya.

Dalam mendukung tujuan penelitian, aspek-aspek yang berkaitan dalam media komunitas menjadi fokus peneliti; seperti teknologi media untuk ketahanan budaya yang diupayakan komunitas budaya untuk mempertahankan ekspresi kesenian budaya; komunikasi kooperatif dikaji melalui kreativitas yang digunakan Bali Buja, identifikasi organisasi dan peran media komunitas, kemampuan anggota komunitas dalam menggunakan teknologi media untuk produksi konten, strategi presentasi konten, bagaimana pengelola media komunitas berhubungan dengan komunitas, bagaimana pengelola media komunitas memungkinkan komunitas untuk mengakses dan berpartisipasi dalam media, rencana masa depan komunitas dalam memperkuat kapasitas media komunitas dan bagaimana rencana komunitas untuk memperluas akses dan partisipasi masyarakat.

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian (diolah oleh peneliti)


Sifat eksploratif dari penelitian ini tidak hanya terbentuk karena rumusan masalah penelitian. Kompleksitas penelitian berangkat dari masih kurangnya kajian media hiperlokal sebagai inovasi teknologi media berbasis internet untuk komunitas budaya. Secara sistematis, kombinasi metode digunakan peneliti dalam proses memahami banyak aspek hubungan antara adopsi teknologi media dan dinamika komunitas budaya Bali Buja.

Studi ini mengajukan beberapa asumsi, seperti yang tertera di literatur yang diulas pada bab sebelumnya. Salah satu pendekatan konseptual yang mendasari penelitian ini adalah gagasan komunikasi partisipatif dan komunikasi kooperatif (Lull, 2020) berdasarkan komunitas Bali Buja. Tujuan penyajian asumsi pada bagian ini bukan digunakan sebagai bentuk spekulasi, melainkan sebagai antisipasi perjalanan eksplorasi. Pertama, seperti yang tercantum pada Bab Satu, menampilkan argumen terkait media arus-utama yang tampak semakin sedikit dalam memberikan ruang bagi komunitas budaya yang terpinggirkan. Kedua, pemaparan akan fokus kepada dinamika pengelolaan media komunitas berbasis teknologi. Partisipasi masyarakat dalam komunitas budaya akan dinarasikan guna menjelaskan misi komunitas, yaitu ketahanan budaya.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini bukan untuk menggeneralisasikan fungsi teknologi media untuk media komunitas bagi komunitas budaya, melainkan untuk menunjukkan bahwa terdapat peran teknologi media untuk eksistensi media komunitas. Akibatnya, kesimpulan dan temuan penelitian dimaksudkan untuk memacu penelitian lebih lanjut pada komunitas budaya di lokasi lain. Bagian berikutnya dalam bab ini akan menjelaskan lebih lanjut kombinasi metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian.